Oleh: Mahdi Subrata*
Sumber Gambar: Retizen Republika |
Maka dari itu, kita harus memahami segala sesuatu minimal dasar-dasarnya, agar kita tahu apakah sesuatu itu tepat atau tidaknya. Terutama masalah dalam bidang agama. Karena agama menjadi unsur penting bagi manusia. Akan tetapi sebagaimana kita tahu dengan kemajuan zaman, kita bisa mendapatkan informasi dengan mudahnya. Entah itu melalui media cetak ataupun media elektronik. Maka kita bisa memahami segala sesuatu dengan cepat tanpa mempelajari dasar-dasarnya termasuk dalam bidang agama, tak terkecuali agama Islam yang memerlukan bahasa Arab untuk mempelajarinya. Tapi apakah informasi tersebut benar dan sesuai dengan faktanya?
Nyatanya tidak semua yang kita dapat dari media cetak maupun tulis sesuai dengan faktanya. Seperti dalam mempelajari agama Islam tanpa mempelajari bahasa Arab terlebih dahulu. Terkadang ada yang kurang sesuai atau bahkan tidak sesuai dengan kebenarannya. Seperti dalam kasus yang pernah viral di negeri Indonesia, yaitu seorang pesulap yang sedang berusaha membongkar praktik perdukunan, apalagi yang berkedok agama.
Misalnya, seseorang yang mengaku sebagai "Gus", yang menurut KBBI kata "Gus" bermakna julukan bagi anak laki-laki dari seorang kiai sebagai sebuah penghormatan. Yang secara tidak langsung mengisyaratkan bahwa ia itu orang yang memahami tentang agama. Akan tetapi orang yang dalam kasus perdukunan tersebut melakukan sebaliknya. Seperti dalam suatu acara yang di dalamnya ia membacakan arti dan ayat Al-Quran yang tidak sesuai antara keduanya. Akan tetapi, apakah seluruh masyarakat mengetahui ketidaksesuaian antara ayat dan arti yang dibacakan tersebut? Sudah pasti ada yang tidak mengetahui hal tersebut entah itu orang yang bukan muslim atau bahkan orang muslim pun bisa saja ada.
Baca juga: Antara Konteks Syair Jahiliy dan Islami
Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan orang-orang pada zaman sekarang lebih menyibukkan dirinya dengan hal duniawi daripada hal-hal yang berbau agama. Seperti yang dialami oleh anak-anak zaman sekarang. Mereka sudah disibukkan oleh teknologi zaman sekarang dari pada mengikuti pengajian seperti Iqra ataupun Juz 'Amma yang dilakukan anak-anak sebelum zaman modern ini.
Maka dari itu kita harus meluangkan waktu untuk mempelajari bahasa Arab, baik untuk kita ataupun untuk anak-anak di lingkungan kita. Karena bahasa Arab itu sebagian dari agama kita. Seperti yang dikatakan oleh Umar bin Khattab r.a.:
"تعلموا العربية فإنّه من دينكم"
Artinya: "Belajarlah (bahasa) Arab maka sesungguhnya ia adalah sebagian dari agama kalian." (Iqtidha' Shiratal Mustaqim 527-528 Jilid I, Tahkik Syekh Nashir Abdul karim Al-'Aql)
Akan tetapi tidak berhenti di situ saja, karena ada problematika lain dalam masalah ini. Yakni apakah tidak cukup dengan bahasa Indonesia saja dalam memahami agama atau apakah terjemahan dan mesin penerjemah tidak cukup juga?
Dalam hal itu kita sudah mengetahui segala sesuatu yang kita dapat dari teknologi zaman modern ini tidak selalu sesuai dengan kebenarannya. Jadi menurut fakta tersebut, terjemahan dalam memahami agama tidaklah cukup. Seperti yang terjadi dalam kasus di negeri kita yang sempat viral beberapa tahun yang lalu, yaitu kasus yang melibatkan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang menistakan agama Islam pada pidatonya dihadapan warga Kepulauan Seribu, pada 30 September 2016, menggunakan ayat Al-Quran Surat Al-Maidah ayat 56. Ada satu kata "اوليآء" yang artinya tertulis dalam Al-Quran berbahasa Indonesia bermakna "Teman sejati". Akan tetapi banyak ulama yang menafsirkan makna kalimat tersebut dengan makna" Pemimpin". Waallahu a'lam.
Maka dari dua kasus tersebut kita bisa mengambil pelajaran yaitu mempelajari bahasa Arab itu harus dan tidak cukup hanya dengan terjemahan ataupun mesin penerjemah untuk memahami agama Islam. Serta jangan mudah percaya dengan pasti yang beredar dalam media sosial hingga jelas sumbernya.[]
Editor: Teguh Munara
Publisher: Syafri Al Hafidzullah
Posting Komentar