Seni Tahkik Manuskrip Arab

(Sumber gambar: https://unsplash.com/photos/hHL08lF7Ikc)

Bagi seseorang yang menggeluti ilmu islam – naskah-naskah kuno berbahasa arab (turats) khususnya, tentu sudah tidak asing dengan istilah “muhaqqiq” dalam bahasa indonesia juga sering disebut ‘pentahkik’. Dalam hal yang berkaitan untuk menguji kebenaran suatu naskah diperlukan suatu metode, yaitu tahkik.

Istilah tahkik secara bahasa berarti pemeriksaan, penyelidikan dan pengujian. Sedangkan secara etimologi beberapa pendapat mengemukakan; “Pemeriksaan akan kebenaran.”  “Tahkik berarti mengerahkan perhatian khusus terhadap suatu manuskrip agar dapat benar-benar bisa istifadah darinya itu sendiri dengan syarat-syarat tertentu.” “Tahkik makhtuthat adalah menyajikan naskah dalam bentuk dicetak, diberi harakat, tidak mengandung tashif ataupun tahrif, menggunakan bentuk yang lebih baik dan terbaca sehingga memberi manfaat; dilakukan sesuai apa yang dikehendaki penulisnya atau mendekatinya, semua dilakukan dengan penuh kesabaran.”

Tahkik ada 2 macam; tahkik nushus dan tahkik turats. Pada tahkik turats, biasanya nama pentahkik terletak dibawah nama penulis kitab tersebut. Ia merupakan suatu seni asli Arab, ia sudah ada sejak tahun ke-2 H, di saat ilmu-ilmu hampir punah dengan wafatnya ulama. Awalnya diterapkan oleh para ulama hadis pada saat memilah hadis. Para ulama menaruh perhatian mereka pada kesempurnaan (sihhatu-l-hadis) dan kebenaran (sidqu-l-hadis) hadis itu sendiri. Karena mereka terbelakang dalam dunia literasi, untuk menjaga hadis Nabi dilakukan secara lisan.

Mereka mengambil dan menghafalkan hadis dari perawi yang terpercaya dan selalu bersikap selektif dalam memilah hadis. Bukan hanya itu, mereka juga mengukurnya dengan tolak ukur yang telah ditetapkan para ulama hadis tentang ke-shahih-an hadis itu sendiri dan membuang hadis yang terdapat aib, baik dalam hadisnya maupun perawinya. Dari sini kita mengetahui bahwa tugas yang berat ini sudah ada sejak lama dengan sangat memperhatikan telitian dan kebenaran nash tersebut. Sama halnya juga berlaku pada periwayatan syair dan nash dalam ilmu-ilmu lainnya.

Adapun tujuannya adalah untuk memperoleh keauntentikan suatu naskah sesuai apa yang diinginkan oleh penulisnya, tanpa mengubah maksud dari manuskrip tersebut. Tugas seorang pentahkik diantaranya; mengumpulkan beberapa manuskrip dari berbagai perpustakaan di negara arab dan barat, menyusun naskah yang didapat sesuai dengan urutan dari penulis asli kemudian muridnnya dan murid muridnya, memberi harakat, tanda baca, penjelasan terhadap kata-kata yang kurang dipahami dan membenarkan tulisan-tulisan yang salah baik karena tahrif  (perubahan bentuk huruf dan tulisannya, misal; ra’ dengan dal) ataupun tashif (perubahan huruf yang difokuskan pada titiknya, misal; ba’ dengan ta’, ra’ dengan zai) dan masih banyak lagi.

Pada perkembangannya di zaman sekarang, studi tahkik makin diminati oleh pegiat kajian sejarah, sastra dan humaniora. Seorang pembeli buku turats yang teliti tentu akan memperhatikan siapa pentahkik buku tersebut. Diantara pentahkik yang sudah terkenal keabsahannya di bidang buku-buku bahasa dan sastra Arab; Muhammad Muhyiddin Abdul Hamid, Abdussalam Harun, Mahmud Syakir, Ihsan Abbas dan Sayyid Ahmad Shaqar banyak mentahkik buku-buku balaghah, nahwu dan shorof. Dari sini kita mengetahui pentingnya seni tahkik dalam khazanah keilmuan islam karena tanpanya kita tidak akan tahu betapa luas warisan intelektual islam di masa lalu. 
Wallahu a’lam bisshowab

oleh: Hanifah Nur Fadhilah

Posting Komentar

Post a Comment (0)

Lebih baru Lebih lama