Autentisitas Syair Jahiliah dalam Lensa Sejarah (Part 1)

Oleh: Nikmatul Istiqomah*
Sumber Gambar: Islampos
Tarikh al-Adab al-Jahili (Sejarah Sastra pra-Islam) merupakan salah satu materi yang dipelajari seluruh mahasiswa jurusan Bahasa Arab di Universitas Al-Azhar pada termin satu, tingkat I. Dalam pembukaan yang tertera pada diktat kuliah, disebutkan bahwa sastra secara umum merupakan lisan kondisi setiap bangsa, yang menceritakan tentang kehidupan, serta menerjemahkan segala yang terjadi di sekitarnya. Oleh karenanya, perkembangan sastra berjalan mengikuti situasi dan kondisi bangsanya dari masa ke masa.

Periode awal kemunculan sastra Arab dimulai dari masa Jahiliah. Jahiliah di sini tidak dinisbahkan kepada orang-orang yang dalam kebodohan. Sebab jika kita menengok lagi peninggalan syair-syair arab jahiliah seperti Mu'allaqat yang digantung di dinding Ka’bah, bisa kita temukan bukti kuat tentang kepiawaian mereka dalam berbahasa. Penyematan jahiliah kepada mereka, tidak lain dan tidak bukan disebabkan oleh perangai mereka yang menyimpang dari syariat, seperti bermabuk-mabukan, saling membunuh, fanatik terhadap kabilah, congkak, dan balas dendam.

Adapun mengenai batasan masa jahiliah, para pengkaji sastra arab jahili membatasinya 150 tahun sebelum datangnya Islam. Hal ini senada dengan yang dipaparkan al-Jahidz dalam kitabnya, al-Hayawan bahwa syair Arab usianya masih terbilang muda. Yang pertama kali mengenalkan syair Arab kepada kita ialah Imru-ul Qais bin Hajar dan Muhalhil bin Rabi'ah. Jika diteliti lebih dalam lagi, jeda waktu antara Muhalhil dan datangnya Islam ialah 150 tahun.

Setelah mengetahui makna Jahiliah, ada satu variabel penting lagi yang harus kita ketahui dalam pembahasan ini, yakni kata adab (sastra). Penggunaan kata adab oleh bangsa Arab sendiri pun berubah-ubah seiring berkembangnya zaman. Pada masa Jahiliah, kata adab pernah muncul dalam syair yang didendangkan oleh Tharfah bin al-Abd:
نحن في المشتاة ندعو الجفلى * لا ترى الادب فينا ينتقر
Kata adab di sini tidak menunjukkan arti sastra sebagaimana yang kita ketahui sekarang. Melainkan mengandung arti "undangan jamuan makan".


Kemudian ketika memasuki masa Islam, kata adab memiliki arti yang berbeda lagi, yakni sebagai kata yang mencakup arti penempaan budi pekerti atau etika. Sebagaimana sabda Nabi Saw.:
 أدبني ربي فأحسن تأديبي
Yang artinya: "Tuhanku telah mendidikku, maka pendidikanku menjadi sempurna."

Pada masa Bani Umayyah, terdapat sekelompok orang yang dikenal sebagai mu'addibun. Mereka bertugas mengajari anak-anak khalifah seputar dunia syair, khutbah, kebudayaan Arab, keturunannya, serta cerita peperangan yang terjadi pada masa Jahiliah dan Islam. Dari sini bisa kita simpulkan bahwa kata adab kembali meluas. Ia tidak hanya berkutat seputar etika, melainkan berkembang ke pengajaran.

Memasuki era Bani Abbasiyah, kata adab sudah menjadi satu disiplin ilmu tersendiri, yang mencakup berbagai pengetahuan tentang agama, bahasa, ilmu Balaghah, dan lain sebagainya. Pada era ini, banyak karya mulai bermunculan, dan kemudian dikenal dengan "kitab adab". Di antaranya, al-Bayan wa at-Tabyin yang ditulis oleh al-Jahidz, al-Kamil fi al-Lughah wa al-Adab millik al-Mubarrid, Uyun al-Akhbar karya Ibnu Qutaibah, dan masih banyak lagi.

Begitulah kata adab berkembang dari masa ke masa. Dalam kitab al-Mujaz fi al-Adab wa Tarikhuhu dituturkan bahwa kata adab didefinisikan sebagai segala hal yang menghiasi seseorang baik itu sifat dan budi pekerti, sehingga dengan sifat dan budi pekerti tersebut seseorang akan dihormati dan dimuliakan. Setiap orang yang alim dapat disebut beradab. Selanjutnya pengertian adab diringkas menjadi sebuah tullisan yang indah dan memiliki makna puisi atau syair.

Sedangkan Syauqi Dhaif, mendefinisikan adab sebagaimana pengertian yang kita ketahui hari ini, dengan "kalam insya" nan baligh yang dapat memberi pengaruh terhadap perasaan pembaca dan pendengar, baik kalam tersebut berupa syair maupun prosa.

Bangsa dan Bahasa Arab

Bangsa Arab merupakan bangsa dari Rumpun Semit yang dinisbahkan kepada Sam bin Nuh As. Sejak dahulu, mereka sudah dikenal dengan bangsa yang fasih dalam bertutur kata. Para sejarawan membagi Rumpun Semit menjadi dua bagian:
  1. Bagian Utara
    Timur: Akkadia atau Babylonia, dan Assyria.
    Barat: Ugarit, Kan’an, Fenisia, Ibrani, Mo’ab, serta Aram.

  2. Bagian Selatan
    Utara: Arab Fusha.
    Selatan: Bahasa Bangsa Yaman dan Habasyah.
Dari semua bahasa ini, salah satu yang tersisa saat ini ialah Bahasa Arab, Habasyiah, Ibrani, dan Suryani. Di antara bahasa yang tersisa ini, Bahasa Arab menjadi bahasa yang paling eksis dan masih terjaga keaslliannya. Salah satu penyebabnya ialah letak geografis Jazirah Arab yang terpencil dari bangsa 'Ajam, sehingga bahasa yang mereka gunakan masih murni dan tidak terkontaminasi.


Setelah itu, Bangsa Arab kemudian terbagi menjadi tiga bagian:
  1. Arab Baidah atau Aribah: Kaum Arab Baidah ini sudah punah dan sejarahnya sudah sangat sulit dilacak, beberapa di antaranya seperti Kaum Ad, Tsamud, Thasm, dan Judais.
  2. Arab Muta'ribah: Mereka berasal dari Arab Selatan, yakni Bangsa Yaman atau yang dikenal dengan Bangsa Qahthan.
  3. Arab Musta'ribah: Yakni bangsa Arab Selatan yang berasal dari keturunan Ismail dan Adnan.
Masing-masing dari kabilah ini memiliki dialek yang berbeda. Jika diruntutkan, adanya dialek Quraisy yang kemudian dijadikan sebagai dialek Sastra Arab secara umum dan Al-Quran, asal-usulnya sebagai berikut:
Adnan memiliki dua anak yang bernama Ma'ad dan Akk. Dalam diktat Tarikh al-Adab al-Jahili semester satu Al-Azhar, dituturkan bahwa Ma'ad bin Adnan dikarunia tiga anak. Yakni Mudhar, Rabi'ah, dan Iyad. Namun, dalam kitab as-Sirah an-Nabawiyah karya Ibnu Hisyam, disebutkan bahwa Ma'ad dikarunia tiga anak yang bernama Anmaar, Nizar, dan Iyad. Baru kemudian Nizar memiliki dua anak yang bernama Mudhar dan Rabi'ah. Hal yang senada juga dituturkan oleh Ja’far Al-Barzanji dalam Maulid Al-Barzanji
 
Dari Mudhar bin Ma'ad bin Adnan ini, lalu muncul dua klan besar, yakni Qais Ailan dan Ilyas. Ilyas kemudian memiliki tiga putra yang diberi nama Amir (Mudrikah), Amr, dan Umair. Dari Mudrikah, kemudian muncullah Hudzail, Ghaffar, Quraisy, dan Asad.

Bersambung Part 2

*Penulis merupakan mahasiswi Fakultas Dirasah Islamiyah Jurusan Bahasa Arab Univ. Al-Azhar - Kairo
Editor: Fakhri Abdul Gaffar
Publisher: Syafri Al Hafidzullah

Posting Komentar

Post a Comment (0)

Lebih baru Lebih lama